Parah! Sederet Penyebab Kelangkaan Solar Menurut Dirut Pertamina

Parah! Sederet Penyebab Kelangkaan Solar Menurut Dirut Pertamina

Beberapa minggu terakhir terjadi fenomena antrean panjang kendaraan yang mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di berbagai daerah. Hal itu disebut-sebut karena terbatasnya stok solar di berbagai SPBU. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pun menilai ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pasokan solar sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan. Salah satunya, soal kuota solar subsidi tahun ini yang lebih rendah dari tahun lalu. Ia menjelaskan, melihat perekonomian yang mulai pulih di tahun ini, maka konsumsi solar subsidi dapat saja hingga 16 juta kiloliter (KL), melebihi kuota yang ditetapkan yaitu sebesar 14,09 juta KL. Per Februari 2022 saja, penyaluran sudah melebihi kuota 10 persen yaitu hingga 2,49 juta KL dari yang seharusnya 2,27 juta KL.

"Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kita tetap suplai, walaupun sekarang sudah over kuota, per bulan kan ada kuota. Tapi sudah over 10 persen hingga dengan Februari," ungkap Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022). Sayangnya, tren peningkatan konsumsi itu tidak dibarengi dengan peningkatan dari sisi suplai sebab kuota solar subsidi tahun ini menurun 5 persen ketimbang kuota di 2021. Pada tahun ini kuota solar subsidi yang ditetapkan pemerintah berkisar 15,1 juta KL sedangkan tahun lalu kuotanya sekitar 15,8 juta KL. "Gap ini lah yang menyebabkan terjadinya masalah di suplai," imbuh dia. Oleh sebab itu, dengan potensi peningkatan konsumsi solar subsidi hingga akhir tahun naik 14 persen dari kuota yang ditetapkan di 2022, Nicke berharap dapat dilakukan penyesuaian kembali kuota solar subsidi. "Kami memohon dukungan, jika memang solar subsidi ini adalah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka kuotanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan," ujarnya. Selain soal kuota, kelangkaan solar juga diduga terjadi karena adanya penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh industri besar, sesuai perusahaan tambang dan sawit.

Sederet Penyebab Kelangkaan Solar Menurut Dirut Pertamina


Terlebih, saat ini disparitas harga antara solar subsidi dan non-subsidi atau Dex Series semakin tinggi yaitu hingga Rp 7.800 per liter, berdasarkan perhitungan Pertamina. Nicke mengungkapkan, dugaan tersebut nampak dari meningkatkan penjualan solar hingga mencakup 93 persen, sementara penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun menjadi hanya 7 persen. "Ini yang harus kita lihat, apakah betul ini untuk industri logistik dan industri yang tidak termasuk industri besar? Antrean-antrean yang kita lihat ini, kelihatannya justru dari industri-industri besar sesuai sawit, tambang. Ini yang harus ditertibkan," kata dia.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, terdapat ketentuan terkait transportasi yang dapat dan tidak dapat menggunakan solar subsidi. Adapun dalam beleid itu mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak dapat menggunakan solar subsidi. "Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawit. Ini yang kami duga," tambahnya. Menurutnya, dengan fenomena ini, dibutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah untuk dapat mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi. Hal ini guna memastikan bahwa penyaluran solar subsidi dapat tepat sasaran sehingga tidak mengalami kelangkaan. "Solar subdisi memang ada aturannya di Perpres (Peraturan Presiden), tapi mungkin perlu ada level Kepmen (Keputusan Menteri) yang mengatur petunjuk teknis untuk dapat digunakan di level lapangan," tutup Nicke.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Aktifkan Notifikasimu

Aktifkan

Auto Post Artikel di Blogspot

Cara Menulis Artikel Otomatis di Blogger


(KOM)(MLS)

Comments