Waduh! Simak Aturan Mogok Kerja, Pahami Prosedur Mogok Kerja yang Sah

Waduh! Simak Aturan Mogok Kerja, Pahami Prosedur Mogok Kerja yang Sah

Mogok kerja adalah istilah yang kerap muncul di kalangan masyarakat terkait topik-topik hubungan kerja antara pengusaha dan buruh.

Sejumlah pertanyaan seputar aturan mogok kerja kerap mencuat di kalangan pembaca, khususnya terkait dasar hukum mogok kerja, prosedur mogok kerja, hingga mogok kerja yang sah.

Bagaimana mekanisme mogok kerja yang sah? Bagaimana kewajiban dari pengusaha terhadap pekerja buruh yang melakukan mogok kerja? Bolehkah pekerja yang melakukan mogok kerja secara legal di-PHK?

Simak Aturan Mogok Kerja, Pahami Prosedur Mogok Kerja yang Sah


4+

KOMPAS.com: Berita Terpercaya

Baca Berita Terbaru Tanpa Terganggu Banyak Iklan

Dapatkan Aplikasi

Itulah sejumlah pertanyaan yang tak jarang bermunculan. Ada pula yang bertanya, apa artinya mogok kerja? Apa yang dimaksud mogok kerja? Apakah boleh mogok kerja?

Karena itu, artikel ini akan membantu pembaca menjawab sederet pertanyaan tersebut berdasarkan aturan mogok kerja yang berlaku di Indonesia.

Pengertian dan dasar hukum mogok kerja

Dasar hukum mogok kerja adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.

Lebih lanjut, aturan mogok kerja diatur pada Pasal 137 hingga Pasal 155 yang memuat ketentuan pelaksanaan mogok kerja yang sah.

Pasal 137 menegaskan, mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Selanjutnya, Pasal 138 ayat (1) menyebut, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.

Adapun pada ayat (2) disebutkan, pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.

Kemudian, Pasal 139 memandatkan, pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Prosedur mogok kerja

Pada dasar hukum mogok kerja ini, Pasal 140 secara lebih spesifik mengatur prosedur mogok kerja yang sah menurut aturan mogok kerja.

Disebutkan, sekurang-kurangnya dalam waktu 7 hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Pemberitahuan mogok kerja tersebut sekurang-kurangnya memuat:

waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;

tempat mogok kerja;

ungkapan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan

tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.

Adapun jika mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

Sementara itu, jika mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana ketentan tersebut, maka demi menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara:

melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau

bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Selanjutnya, pada Pasal 141 berbunyi, instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.

Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.

Jika perundingan menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.

Namun apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.

Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

Lebih lanjut, Pasal 142 menegaskan bahwa mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah. Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah diatur dengan Keputusan Menteri.

Mogok kerja yang sah tidak boleh dihalangi

Lebih lanjut, Pasal 143 menegaskan siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.

Selain itu, siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian, Pasal 144 berbunyi, terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:

mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau

memberikan sanksi atau tindakan bungkapan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Selanjutnya, Pasal 145 memandatkan, jika pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak memperoleh upah.

Itulah informasi seputar prosedur mogok kerja untuk memenuhi pelaksanaan mogok kerja yang sah sesuai dasar hukum mogok kerja.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Aktifkan Notifikasimu

Aktifkan

Blogspot Auto Post Indonesia => https://malasnulis.my.id

Cara Menulis Artikel Otomatis di Blogger


(KOM)(MLS)

Comments