JAKARTA, KOMPAS.com – Survei Google menunjukkan terdapat 37 persen pengguna layanan digital baru di Indonesia di tahun 2020, dengan 93 persen dari mereka berniat untuk melanjutkan penggunaannya pasca pandemi. Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengungkapkan, dari data tersebut, adopsi digital merupakan sesuatu yang tidak terelakkan. “Bisnis konvensional harus dapat beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen supaya tetap relevan dan dapat berkompetisi,”jelas Katarina dalam siaran pers, Rabu (16/6/2021).
Di Indonesia, perkembangan ekonomi digital relatif baik di mana banyak industri konvensional bersinergi dengan perusahaan teknologi untuk saling memberikan nilai tambah. Kita juga melihat bisnis konvensional mulai mengembangkan layanan digitalnya sesuai yang terjadi di sektor perbankan.
“Berkembangnya digitalisasi dan otomasi juga dapat menyebabkan disrupsi pada tenaga kerja,”tambah dia.
Berdasarkan Riset McKinsey, diperkirakan digitalisasi dan otomasi akan menyebabkan 23 juta pekerjaan dapat terdisrupsi hingga 2030 di Indonesia. Tapi ini bukan hanya masalah bagi Indonesia, ini merupakan tren global, sekitar 15 persen pekerjaan (400 juta pekerja) di dunia diperkirakan dapat terdisrupsi karena digitalisasi dan otomasi. Di Indonesia, hingga 2030 diperkirakan akan ada 27 - 46 juta lapangan pekerjaan baru yang diciptakan dari berbagai sektor karena ada kemajuan ekonomi dari digitalisasi dan otomasi.
“Pekerjaan yang terpengaruh tersebut dapat digantikan dengan munculnya jutaan pekerjaan baru. Tantangan bagi Indonesia adalah mempersiapkan kompetensi SDM agar dapat menyesuaikan diri menuju era baru,” tambah dia.
Aktifkan Notifikasimu
Aktifkan
Inilah cara menulis artikel secara otomatis di blogger!
Comments
Post a Comment