Pada awal Mei 2016, daftar lengkap Panama Papers atau dokumen Panama dibuka dan dirilis ke publik. Dari Indonesia, tercatat 803 nama pemegang saham, 10 perusahaan, 28 perusahaan cangkang, dan 58 nama pihak terkait. Beberapa nama termasuk dalam kategori yang menjalani penghindaran pajak.
Sumber anonim memberikan data ini kepada Suddeutsche Zeitung dan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) pada Agustus 2015.
Jaringan Keadilan Pajak (Tax Justice Network) asal Inggris menyebutkan Panama berada pada peringkat ke-13 sebagai surga pajak di bawah Swiss, Hong Kong, dan Amerika Serikat.
Sumber: Wikimedia
Ukuran dokumen yang dibocorkan ini mengalahkan Wikileaks Cablegate (1,7 GB), Offshore Leaks (260 GB), Loux Leaks (4 GB), dan Swiss Leaks (3,3 GB), mencantumkan 214.000 perusahaan, dengan folder terperinci untuk setiap perusahaan cangkang yang berisi surel, kontrak, transkrip, dan dokumen pindaian.
Dokumen Panama sendiri merangkum 11,5 juta dokumen rahasia dari perusahaan asal Panama, Mossack Fonseca. Rentang waktu dokumen berukuran 2,6 terabita ini mencakup periode 1970-an hingga 2015.
Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan, “Jika ada yang menghindari pajak, maka negara akan mengejar pajaknya,” dalam merespons kasus penghindaran pajak ini.
Laporan ini menyebutkan hubungan dan kekuasaan antara beberapa politikus ternama dengan kerabatnya. Beberapa pemimpin negara, tokoh sepak bola, hingga aktris layar kaca bahkan disebutkan pula dalam dokumen itu.
Bagaimana perusahaan cangkang menjalani penghindaran pajak
Mossack Fonseca adalah badan hukum dan penyedia jasa perusahaan asal Panama yang didirikan pada 1977. Mereka menyediakan jasa pembentukan perusahaan di negara lain, mengelola perusahaan luar negeri, dan manajemen aset. Tujuannya jelas: penghindaran pajak.
Rahasia para klien kelas kakap firma hukum Panama menunjukkan bagaimana “shell company” atau perusahaan cangkang bekerja dalam penghindaran pajak. Dalam bahasa Inggris, istilah ini diartikan sebagai “perusahaan tidak aktif yang digunakan sebagai alat untuk manuver finansial”.
Sumber: Wikimedia
Ketika perusahaan cangkang ini menggunakan layanan suaka pajak dari Panama ini, Mossack Fonseca menjamin keringanan pajak dan kerahasiaan. Pada 1977 saja, Mossfon sudah melayani 300 ribu perusahaan cangkang.
Perusahaan cangkang berfungsi memfasilitasi transfer mata uang domestik dan lintas-negara, juga pemindahan aset dan merger perusahaan. Karenanya, mereka berguna dalam menutupi rahasia dagang dan melindungi direktur dari gangguan.
Namun, tidak hanya tujuan positif tersebut saja yang menjadi kelebihan perusahaan cangkang. Motif dan modusnya dapat beragam lagi, selain penghindaran pajak, dapat juga untuk modus culas sesuai perkara kriminal menyimpan hasil pencucian uang (money laundering) atau kedok jaringan intelijen dan terorisme.
Dalam pemakaian menculasi hukum, perusahaan cangkang berfungsi menyembunyikan keuntungan perusahaan di negara asal dengan memindahkannya ke perusahaan cangkang bernama lain di negara suaka pajak.
Bahkan, dapat juga dipakai sebagai tempat menyimpan uang hasil korupsi. Jika perlu, mereka dapat pakai nama kerabatnya untuk mengatur pembuatan perusahaan di suaka pajak ini.
Konsekuensi skandal Panama Papers
Dokumen Panama Papers menunjukkan bagaimana perusahaan mengurangi pajak dengan membuat perusahaan cangkang yang diberi kuasa dan aset tak tampak (intangible assets). Ini tentu berdampak pada kepercayaan perusahaan yang dituding menjalani penghindaran pajak atas kinerja “suaka pajak” Panama ini.
Mossfon resmi ditutup pada Maret 2018 lantaran pemberitaan buruk media serta penyelidikan sejumlah otoritas yang menyebabkan kemunduran firma ini. Kredibilitas firma ini runtuh, demikian pula bisnisnya. Namun, meski gulung tikar, mereka tetap membentuk kelompok kecil untuk memenuhi permintaan penyelidikan.
Sumber: Tirto, CNN, Investigasi Tempo
Comments
Post a Comment