Per 30 Januari 2020, pajak belanja online luar negeri dikenakan bagi barang dengan nilai di atas Rp42.000 (USD 3). Sebelumnya, beli barang dari luar negeri kena Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan bea masuk apabila barang senilai di atas Rp1,05 juta (USD 75).
Menghadapi ketakutan akan “gelembung ekonomi” menjadikan penurunan drastis dilakukan, dari USD 75 ke USD 3 per kiriman. Eits, rupanya kebijakan ini bukan tanpa ungkapan.
Selain mendengar keluhan produsen dalam negeri, ini karena nilai impor yang sering dilaporkan dalam pemberitahuan impor barang kiriman senilai USD 3,8 per kiriman.
Penyesuaian pajak belanja online luar negeri
Jadi, menurut pihak Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, pajak belanja online luar negeri perlu disesuaikan kembali. Konsekuensinya, belanja dari e-commerce dan beli barang dari luar negeri kena pajak.
Dari angka USD 3,8 yang sering terekam dalam daftar impor tersebut, menurut Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat, menjadikan de minimis value untuk bea masuk disesuaikan ke angka USD 3 per kiriman.
Penurunan ambang batas (threshold) bea masuk dan pajak untuk barang impor ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 199/PMK.04/2019 yang resmi berlaku 30 Januari nanti.
Mudahnya berbelanja e-commerce, produk belanja online luar negeri
Selama ini, sebelum pajak belanja online luar negeri menjadi pembahasan alot, berbelanja produk dari luar negeri lewat e-commerce memang tergolong mudah, murah, dan cepat.
Kualitas cepat dan mudah ini tentu menjadi nilai saing yang cukup berat bagi pelaku dalam negeri. Apalagi, mempertimbangkan produk-produk ini didatangkan dari negara berjarak ribuan kilometer dari Indonesia.
Banyak pengguna e-commerce mengaku berbelanja dari luar negeri, sebagian besar dikirim dari China dengan gratis ongkos kirim. Beli barang dari luar negeri, sampai ke rumah dalam beberapa hari hingga sepekan setelah pembeli melunasi pembayaran.
Sejauh ini, di dunia e-commerce memang belum ada larangan produk negara mana yang dijual, termasuk impor dari China atau negara lainnya. Kendati, beberapa platform e-commerce memberi daftar jenis barang yang terlarang untuk diperdagangkan atau dibatasi.
Ini menunjukkan, prosedur belanja online luar negeri menjadi tanggung jawab penjual untuk memastikan barang mematuhi aturan undang-undang negara yang berlaku dan diizinkan sesuai kebijakan e-commerce.
Pengguna sebagai pembeli produk tersebut tentu tinggal terima beres begitu barang sampai ke rumah dan melunasi pembayaran.
Selain bea masuk, pemerintah beri perhatian khusus pada pajak belanja online luar negeri
Sumber: Klik Pajak
Mengenai penetapan tarif baru ini, pemerintah mengungkapkan bahwa meski bea masuk terhadap barang kiriman dikenakan tarif tunggal, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masukan para produsen barang dari dalam negeri.
Disebutkan oleh Syarif dalam keterangan tertulis (13/1), maraknya impor barang mengakibatkan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku.
Beberapa sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing, dan sebagai konsekuensinya, mereka justru menjual produk-produk China.
Melihat dampak dari menjamurnya produk-produk China ini, pihak Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga lantas mempertimbangkan soal ambang batas bea masuk tersebut.
Pemerintah menyetujui tarif bea masuk normal untuk komoditas tas, sepatu, dan garmen sebesar 15-20% untuk tas, 25-30% untuk sepatu, dan 15-25% untuk produk tekstil dengan PPN sebesar 1-% dan PPh sebesar 7,5-10%.
Penetapan tarif normal ini demi menciptakan perlakuan adil dalam perpajakan. Atau, ciptakan playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM dengan produk luar.
Produk dalam negeri dikenakan pajak sebagaimana produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum. Beleid baru ini atur pajak bagi barang kiriman di e-commerce atau sejenisnya.
Hal yang kamu perlu tahu soal pajak belanja online luar negeri yang baru
Keunggulan barang impor dari China - Photo Credit: Flickr(Sumber: Asia Ecommerce)
Kamu yang suka belanja online produk luar negeri perlu tahu alur yang dilalui barang yang kalian beli. Jadi, barang dapat lolos dari bea cukai setelah membayar aneka pajak.
Bukan hanya kewajiban bea cukai, tapi juga komponen PDRI. PDRI terdiri dari PPN dan PPh Pasal 22 dengan bukti NPWP. Jika tidak punya NPWP, tarif PPh Pasal 22 ini dikenakan lebih tinggi.
Contoh perhitungan barang yang kamu beli dari e-commerce untuk hitung-hitungan pajak belanja online luar negeri:
Karena ada aturan baru, jika belanja lebih dari USD 3:
Harga figurin dari China USD 30 + ongkir USD 5 + asuransi USD 1 = USD 36
Nilai CIF = USD 36 X14.000 = Rp504.000
Bea masuk = 7,5% x Rp504.000 = Rp 37.800
Nilai dasar pengenaan pajak = Rp504.000 + Rp37.800 = Rp541.800
PPN 10% = Rp54.180
Total pajak yang harus dibayar di Indonesia = Rp37.800 + 54.180 = Rp91.980
Sementara itu, tarif bea masuk 3 produk ini lebih tinggi, sesuai yang diterangkan di atas: produk tas, sepatu, dan tekstil. Pungutan pajak selain itu dikenakan dengan PPN 10% dan PPh 7,5-10%.
Cintai produk Indonesia, tapi rupanya masih perlu tingkatkan kualitas
Ilustrasi UMKM © Khalidin / Serambi(Sumber: GNFI)
Dengan berbagai kemudahan e-commerce tersebut bagi produsen, bagaimanapun, soal konsumen yang lebih banyak membeli produk dari luar negeri jadi masalah tersendiri.
Pelaku pasar dalam negeri sebagai produsen barang dengan tipe sejenis kelabakan untuk bersaing. Karena itu, dengan diberlakukannya bea masuk bagi barang impor senilai Rp45.000, pedagang kecil menyambut dengan girang.
Selama ini, Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) nilai pemerintah lambat dalam menerapkan ketentuan impor terkait bea masuk barang impor kiriman dan urusan pajak belanja online luar negeri.
Sesuai hitung-hitungan di atas, aturan bea masuk untuk pembelanjaan USD 3 ini tentu nantinya akan bikin belanja produk impor lebih mahal.
Meski, ini belum jadi jaminan produk UMKM tanah air dapat bersaing dengan produk impor. Menurut ketua umum Akumindo, M. Ikhsan Ingratubun, produk dalam negeri masih perlu meningkatkan kualitas untuk bersaing dengan produk impor.
Sumber: Detik Finance, Cermati, CNBC Indonesia, Detik Finance
Comments
Post a Comment