Sejak 2016 beroperasi di Indonesia, Netflix Indonesia belum membayar pajak. Ini lantaran belum ada payung hukum yang menarik pajak dari perusahaan over the top (OTT) yang beroperasi di luar negeri sesuai Netflix atau Spotify dan memungkinkan kasus pajak Netflix terjadi.
Selain itu, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, produk yang dijual perusahaan OTT memang belum dapat dikenai pajak di Indonesia.
Angka pajak yang belum dibayar layanan video on demand ini menyentuh Rp629,76 M. Ini karena Netflix belum menyandang status Badan Usaha Tetap (BUT).
Selama ini, untuk barang impor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dikenakan bagi barang dengan wujud fisik melalui bea cukai.
Kasus pajak Netflix Indonesia tak kunjung selesai sejak 2016
Barang yang dijual Netflix Indonesia adalah konten yang berjalan melalui jaringan internet. Kasus pajak Netflix ini mendorong pemerintah untuk pikirkan aturan mengenai pajak bagi perusahaan OTT.
Karena selain PPN, secara pajak penghasilan (PPh) pun, Netflix tidak dapat dikenakan pajak karena belum miliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Kehadiran perusahaan-perusahaan over the top di Indonesia
People holding icons of digital brands
Perusahaan over the top adalah layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Layanan OTT ini “menumpang” karena sifatnya yang beroperasi di atas jaringan internet milik operator telekomunikasi.
Contoh perusahaan OTT ini di antaranya Facebook, Twitter, YouTube, dll. Di Indonesia, layanan OTT semacam Netflix Indonesia ini telah menuai kontroversi bagi perusahaan telekomunikasi di Indonesia.
Sejak 2014, pemerintah telah berniat untuk membentuk peraturan mengenai batasan para pemain OTT dan menetapkan pajak bagi pemain OTT sesuai Netflix Indonesia.
Sementara itu, Netflix Indonesia belum menyandang status BUT. Aturan soal BUT ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Penghasilan Netflix Indonesia Diprediksi hingga kisaran Rp629 M
Netflix miliki pelanggan hingga 481.450 pengguna di Indonesia pada 2019. Pada 2020, diperkirakan jumlah ini akan naik dua kali lipat menjadi 906.800.
Dengan asumsi paling konservatif, jumlah pelanggan tersebut berlangganan paket paling murah di Netflix, artinya Netflix Indonesia dapat meraup hingga Rp52,48 M. Dikalikan selama 12 bulan, maka layanan ini dapat peroleh hingga Rp629,76 M.
Bobby jelaskan perusahaan OTT ini kebanyakan membakar uang dalam menjalankan usaha. Mereka memperoleh data berupa trafik hingga kebiasaan pengguna yang menjadi big data.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Bobby Rizaldi menyarankan agar Kemenkeu meniru Singapura dalam menarik pajak perusahaan OTT sesuai Netflix.
“Enggak usah susah-susah, daripada Kemenkeu studi banding, contoh saja Singapura, jadi mereka bayar pajak dari subscription,” kata Bobby dalam acara diskusi tentang polemik Netflix di Indonesia pada Kamis (16/1).
Pemerintah Singapura memang telah menarik pajak kepada penjualan layanan perusahaan digital sesuai Netflix atau Spotify. Perusahaan OTT di Singapura ini dikenakan pajak apabila meraup omset global tahunan lebih dari USD 1 juta.
Dengan cara ini, menurut Bobby, pemerintah Indonesia malah tidak perlu mewajibkan perusahaan-perusahaan OTT ini untuk miliki badan usaha tetap (BUT).
Netflix sendiri yang akan perlu menentukan dari mana pajak itu dibebankan. Apakah akan mengenakan PPN pengguna atau sudah termasuk dalam harga layanan sehingga pajak ditanggung sendiri oleh pihak Netflix.
Kasus pajak Netflix Indonesia akan diatur lebih lanjut lewat Omnibus Law
Sumber: Beritasatu
Saat ini, pemerintah sedang gencar buru pajak perusahaan OTT melalui Omnibus Law. Aturan pungutan PPN untuk perusahaan, barang, dan jasa dari luar negeri yang jalankan usaha di Indonesia diatur dalam undang-undang ini.
Pungutan PPN ini akan dikenakan sama sesuai PKP (Pengusaha Kena Pajak) di dalam negeri. Jika Netflix tidak punya kantor di Indonesia, maka ia harus tunjuk perwakilan.
Ini ditujukan agar negara dapat memungut PPN atas jasa yang mereka jual di Indonesia lewat perwakilan ini. Perwakilan ini dapat jadi pihak eksternal sesuai agensi.
Selain PPN, PPh dalam Omnibus Law juga akan mengalami perubahan untuk Badan Usaha Tetap (BUT). Dalam aturan saat ini, BUT harus memiliki kehadiran kantor fisik di Indonesia.
Netflix Indonesia ataupun perusahaan OTT lain memang tidak memiliki perwakilan fisik di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU PPH Pasal 2 ayat 5.
Dalam Omnibus Law nantinya, demi mengatasi kasus pajak Netflix dan perusahaan OTT sejenis, akan diatur bahwa perusahaan dengan Badan Usaha Tetap ini tidak harus memiliki kantor fisik, tapi ada significant economic presence yang substansial.
Sejauh ini, mengenai standar signifikansi ekonomi ini masih dibahas lebih detail lagi. Omnibus Law ini baru akan diserahkan kepada DPR dan telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2020 prioritas.
Sumber: Kompas, Kontan, Detikinet
Comments
Post a Comment