Ekonomi dan keuangan adalah topik yang luas. Dan jika kita bukan ahli ekonomi, pengetahuan kita tentang cara kerjanya mungkin terbatas pada Ekonomi 101 waktu kita sekolah dulu. Buku keuangan boleh jadi membantu mengisi kekurangan ini.
Buku-buku seputar bagaimana ekonomi bekerja dan hal-hal sesuai pergerakan pasar saham, suku bunga, harga konsumen, dan harga perumahan memberi perspektif penting tentang investasi. Saat kita tahu apa yang mendorong tren dan siklus ekonomi hari ini, ini memberi kita gambaran besar untuk membuat keputusan investasi atau porto folio.
Kamu tidak perlu dapat gelar di bidang ekonomi untuk menerima pengetahuan paling mutakhir tentang ini, mulailah dari buku keuangan terbaik
Jika kamu cari bacaan menarik untuk ditambahkan ke koleksi, ini daftar buku keuangan terbaik 2018 versi Financial Times (surat kabar harian internasional berbahasa Inggris yang spesialisasinya di berita bisnis dan ekonomi):
The Willing World: Shaping and Sharing a Sustainable Global Prosperity, oleh James Bacchus
Cambridge University Press, RRP 31,99 GBP
Bacchuss adalah mantan anggota kongres AS, dua kali ketua badan banding Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO) dan aktivis lingkungan yang punya komitmen. Dia adalah apa yang sekarang secara peyoratif dikenal sebagai “globalis”, yaitu seseorang yang percaya, dengan benar-benar, bahwa masalah yang kita hadapi hanya dapat diselesaikan dengan kerja sama internasional.
Namun, dia juga percaya bahwa kerja sama itu perlu mencakup bidang ekonomi dan lingkungan secara berkesinambungan. Buku keuangan terbaik yang dia tawarkan ini membedah dua bidang itu dengan didasarkan pada aturan hukum, dengan pendekatan dari bawah ke atas.
The Fed and Lehman Brothers, oleh Lawrence M. Ball
Cambridge University Press, RRP 18,99 GBP
Keputusan pihak otoritas AS untuk membiarkan Lehman gagal pada September 2008 adalah momen terpenting sejarah keuangan sejak Depresi Besar.
Dalam buku yang begitu teliti ini, Lawrence Ball membuktikan bahwa inilah masalahnya, pihak berwenang dapat menghentikan kebangkrutan, tetapi memilih untuk tidak menjalaninya. Ini terjadi karena tekanan politik dan karena mereka secara serius meremehkan kerusakan yang akan terjadi.
Principles for Navigating Big Debt Crisis, oleh Ray Dalio
Bridgewater, RRP 45 USD
Dalio adalah miliarder pendiri Bridgewater, salah satu hedge fund (dana lindung nilai) terbesar di dunia. Dalam buku ini, ia menjelaskan bagaimana ia belajar dari studi terperinci tentang sejarah ekonomi. Ini demi memahami mekanisme ekonomi yang menggerakkan siklus kredit besar.
Ia menjelaskan bahwa “risiko dari memiliki jumlah utang yang signifikan sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan pembuat kebijakan untuk menyebarkan kerugian”. Buku keuangan ini memberi analisis informatif dan bijak, yang darinya para investor, ekonom, dan pembuat kebijakan akan belajar banyak.
The Future of Capitalism: Facing the New Anxieties, oleh Paul Collier
Allen Lane, 20 GBP
Collier adalah salah satu ekonom paling terkemuka di Inggris. Dalam buku penting ini, ia menganalisis apa yang salah dengan kapitalisme kontemporer. Fokusnya adalah pada kesenjangan yang tumbuh antara yang berpendidikan dan masyarakat awam dan antara booming metropolis dan provinsi-provinsi yang menurun.
Menolak ilusi para ideolog dan populis, ia mengedepankan cara-cara pragmatis, provokatif, dan perseptif untuk memberikan kemakmuran yang dibagikan secara luas, dengan memulihkan basis etis bagi politik nasional, perusahaan, dan keluarga.
A Crisis of Beliefs: Investor Psychology and Financial Fragility, oleh Nicola Gennaioli dan Andrei Shleifer
Princeton, RRP 29,95 USD/24 GBP
Para ekonom akhirnya mengejar ketertinggalan dengan karya seminal Hyman Minsky ini. Buku keuangan yang ditujukan bagi para akademisi ini memiliki relevansi luas.
Penulis menyimpulkan bahwa pertama, investor membuat kesalahan; kedua, kesalahan itu sistematis, dapat diprediksi dan tidak sesuai dengan pandangan, bahwa harapan itu “rasional”; dan, ketiga, dengan perspektif baru, yang disebut “harapan diagnostik”, pendekatannya soal keuangan berakar pada psikologi manusia.
Are Chief Executives Overpaid?, oleh Deborah Hargreaves
Polity, RRP 9,99 GBP
Jawaban untuk pertanyaan judul buku keuangan ini adalah: ya. Mereka dibayar overpaid. Dalam buku kecil yang kuat ini, Hargreaves, direktur pendiri High Pay Centre, berpendapat dengan meyakinkan bahwa ledakan dalam pembayaran eksekutif selama beberapa dasawarsa terakhir ini mencerminkan rent extraction, bukan penghargaan untuk kinerja superior.
Secara ekonomi, hal ini merusak karena upah yang seharusnya “terkait kinerja” mendorong keputusan yang buruk, dan secara sosial bersifat destruktif karena merusak legitimasi ekonomi berbasis pasar.
Gigged: The Gig Economy, the End of the Job and the Future of Work, oleh Sarah Kessler
Random House Business, RRP 14,99 GBP
Seperti apa rasanya bekerja di “ekonomi gig” dengan fleksibilitas yang bercampur rasa tidak aman? Buku keuangan yang sangat terperinci ini ditulis oleh jurnalis Sarah Kessler. Buku ini membantu mereka yang tidak memiliki pengalaman mencari nafkah untuk menghargai salah satu moda produksi kerja gig.
Dance of Trillions: Developing Countries and Global Finance, oleh David Lubin
Brookings Institution/Chatham House, RRP 34,99 USD / 27,23 GBP
David Lubin adalah kepala ekonomi pasar yang berkembang di Citi. Dalam buku pendek ini, ia menganalisis sejarah keuangan eksternal negara-negara berkembang dari tahun 1970-an.
Kisah pergeseran rezim yang didominasi AS ini memberi ruang untuk pasar modal bebas, ke keuangan yang didominasi oleh Tiongkok, di mana negara lebih kuat dan pasar kurang begitu kuat.
Red Flags: Why Xi’s China is in Jeopardy, oleh George Manus
Yale, RRP 20 GBP
Magnus menawarkan visi orang luar yang tidak memihak di negara Tiongkok. Tiongkok menghadapi sejumlah tantangan ekonomi besar, ia berpendapat: “Xi dan penasihat dekatnya tahu bahwa model ekonomi harus berubah.
Dan, bahwa kontradiksi utama yang dihadapi mereka adalah ketegangan antara modernitas, pasar, dan dorongan implisit untuk mengadopsi aturan hukum di satu sisi, dan struktur negara-partai di sisi lain.”
Sumber: Financial Times
Comments
Post a Comment