Bagaimana jadinya kalau masyarakat ikut terlibat dalam mendanai sebuah film? Apa mungkin dapat biaya produksi film di-cover dengan dana urunan (crowdfunding)?
Tapi, tunggu dulu, memang berapa, sih, ongkos untuk produksi film?
“Standar produksi film itu relatif, tergantung kondisinya. Sekarang, angka 3 miliar rupiah itu sangat rendah,” ujar sutradara Aditya Gumay dalam Konferensi Pers Gerakan Produser 10.000 di Gedung Perfilman H. Usmar Ismail pada 28 Oktober 2019.
Biaya produksi film yang tidak murah ini mendorong dia mengajak presenter Ruben Onsu untuk melibatkan masyarakat dalam mendukung film nasional. Slogannya: dengan hanya merogoh 10.000 rupiah dari kocek, kamu sudah dapat bantu film nasional.
Dengan gerakan ini, Ruben mengajak masyarakat untuk punya kesempatan menjadi bagian dari film Indonesia. Dengan sistem referral marketing, Ruben berhasil menggerakkan masyarakat untuk membantu biaya produksi film.
Masyarakat ikut terlibat danai biaya produksi film dan mengusulkan ide cerita, artinya mereka juga terlibat dalam menghadirkan film bermutu.
Mereka mempelopori Gerakan Produser 10.000 dengan produksi film pertamanya berjudul Om Bebek. Film ini adalah film pelopor yang juga diperankan oleh Ruben Onsu.
Urun Dana Gerakan Produser 10.000
Tujuan dari program crowdfunding ini bukan hanya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk membuat film, melainkan juga melibatkan masyarakat untuk ikut “merasa memiliki” film yang didanai dan diproduksi.
Alasannya, karena selama ini masyarakat cenderung pasif dalam menerima film apa saja yang muncul di pasaran. Kalau sutradara ingin bikin film yang rada ideologis, mereka mesti cari cara pintar untuk tidak perlu berurusan panjang dengan investor.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mencari aliran dana lain. Dengan begitu, mereka dapat bikin banyak film berkualitas, dengan nilai edukasi, dan ramah penonton karena para calon penonton juga diajak terlibat menyusun cerita film.
Tercetusnya Gerakan Produser 10.000 ini dibarengi dengan tersedianya aplikasi yang memudahkan transaksi “para produser 10.000 rupiah” dalam biaya produksi film ini.
Masyarakat cukup mendaftar lewat aplikasi Ketix. Mereka tinggal membayar biaya keanggotaan sebesar 10.000 rupiah. Keuntungannya, anggota dapat pelatihan online seni peran dan hiburan bersama Aditya Gumay.
Belum lagi, mereka dapat mengajukan naskah cerita atau memberikan masukan jalan cerita dalam aplikasi Ketix. Ketix mulanya adalah platform yang memang ditujukan untuk menghimpun komunitas penulis. Dan para penulis ini kebetulan pula memiliki minat di dunia sinematografi.
Urun dana biaya produksi film-film Indonesia
Di Indonesia, ada banyak situs urun dana dengan fokus berbeda. Beberapa yang cukup populer adalah Wujudkan, Gandengtangan, Indves, Crowdtivate, dan Ayopeduli. Fokus urunan dananya pun berbeda, ada yang berupa donasi, investasi, pinjaman, atau penghargaan.
Platform ini umumnya memotong biaya administrasi dari total dana yang dikumpulkan. Biaya ini ditujukan umumnya untuk operasional situs.
Dalam pembuatan film, pernah juga ada film berjudul Demi Ucok dari Sammaria Simanjuntak. Filmnya ini adalah film Indonesia pertama yang menggunakan sistem crowdfunding untuk proses pascaproduksi film.
Setelah tujuh bulan sosialisasi program mencari co-produser, lewat urun dana, mereka berhasil mengantongi dana Rp 251.487.400. Biaya produksi film ini lantas digunakan untuk membuat master DCP dan distribusi film Demi Ucok di bioskop-bioskop.
Cita-cita film-film dengan dana urunan ini tentu adalah kolaborasi yang edukatif dengan masyarakat, bukan untuk bikin sembarang film. Mereka menginginkan karya bermutu dan tontonan baik.
Apa kamu tergugah untuk ikut Gerakan Produser 10.000 ini? Yuk, cek Ketix dan ikut memberi sponsor biaya produksi film ke Ruben Onsu cs!
Sumber: Tirto, Journey of Indonesia, Moneysmart
Comments
Post a Comment