Selama ini, legalitas ganja di Indonesia ditabukan. Rafli Kande punya pendapat lain tentang legalisasi ganja di Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rafli Kande mengusulkan wacana legalisasi ganja di Indonesia. Legalitas ganja ini dimaksudkan sebagai alternatif pemasukan devisa nasional.
Ia mengusulkan produksi ganja di Indonesia untuk kemudian diekspor. Menurut Rafli, ganja dapat menjadi komoditas ekspor yang menarik di pasar internasional.
Gagasan ini dilontarkan oleh Rafli dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1). Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi mengomentari usulan itu dengan menyebut bahwa legalitas ganja bertentangan dengan banyak aspek.
Sumber: bizlaw
Legalisasi ganja di Indonesia, menurut Baidowi, tidak dapat dilakukan karena aspek hukum legalitas ganja bertentangan dengan UN Single Convention 1961 dan UN Convention 1988 tentang Narkotika dan Obat-obatan Terlarang.
Konvensi ini menegaskan perbuatan yang menyangkut ganja adalah tindak pidana yang mesti dikenakan hukuman yang setimpal dengan hukuman penjara.
Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi mengenai pelarangan legalitas ganja ini dan mengaturnya dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
UU ini mengatur penggolongan ganja dalam narkotika, golongan I juga ketentuan pidana yang cukup berat.
Rafli usulkan legalitas ganja dan tawarkan wilayah untuk menanamnya
Anggota Polres Aceh Besar menjalani razia ladang ganja di kawasan perbukitan Desa Lam Apeng, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, Selasa, (3/2/2015). Sedikitnya 8.000 batang ganja siap panen itu ditemukan di lahan seluas dua hektare. Pemilik ladang diduga melarikan diri saat polisi tiba di lokasi. SERAMBI/M ANSHAR
Dalam penjelasannya, Rafli menyebutkan bahwa ganja tidak berbahaya sesuai yang diperkirakan kebanyakan orang. Politisi PKS dengan daerah pemilihan Provinsi Aceh ini menyebutkan kegunaan ganja sebagai alternatif untuk perawatan medis.
Jika sarannya diterima, ia bahkan secara pribadi menyatakan bersedia menyediakan sebidang tanah di provinsi asalnya, Aceh, untuk menanam ganja.
Tumbuhan ini memang tumbuh baik di Aceh. Orang Aceh secara tradisional menggunakan zat ini sebagai bumbu dapur.
Rafli menyebut Indonesia perlu menunjukkan kinerja yang memukau dunia, karenanya jika ganja dapat menjadi komoditas ekspor untuk Indonesia, ini akan mengubah cara negara di seluruh dunia melihat Indonesia.
Bupati Gayo Lues Muhammad Amru menyatakan dukungannya atas usulan Rafli ini. Menurut Amru, perlu ada regulasi jelas soal legalitas ganja serta kepastian hukumnya. Soal legalitas ini sudah banyak disampaikan di forum tertutup.
“Tentu ini akan berdampak positif terutama bagi pengentasan kemiskinan di Gayo Lues yang secara jujur saya akui masih sulit dientaskan,” ujar Amru.
Amru memperkirakan berdasarkan informasi BNK Gayo Lues, kabupaten ini memproduksi 1 ton ganja per tahun. “Untuk diketahui, saat ini ratusan warga saya berada dalam jeruji besi yang tersebar di berbagai lembaga pembinaan terkait kasus ganja, ratusan lagi buronan,” ujarnya.
Menurutnya, jika legalitas ganja disetujui, ini akan membantu mengentaskan kemiskinan wilayah itu dan masyarakat dapat memperoleh penghasilan lebih baik. Meski begitu, ia tetap menghormati keputusan pemerintah pusat terkait usulan ini.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sesalkan pernyataan Rafli soal legalitas ganja
Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Brigjen Sulistyo Pudjo menyesalkan pernyataan Rafli karena menurutnya cara pandang ini lebih mengedepankan faktor ekonomi semata.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pelarangan narkotika jenis ganja sehingga bahkan menjadi mustahil untuk mengekspornya ke luar negeri.
Sulisyo menegaskan bahwa jika terjadi ekspor ganja ke luar negeri, maka Indonesia melanggar kesepakatan internasional dalam The Single Convention on Narcotic Drugs pada 1961.
Sementara itu, menurut UU Narkotika, ganja adalah narkotika tipe 1 yang ilegal untuk dikonsumsi termasuk untuk keperluan medis dan hanya terbatas pada tujuan penelitian yang ketat.
“Kalau sudah golongan I tidak boleh diperdagangkan, tidak boleh untuk pengobatan,” tegas Sulistyo.
Ini menanggapi skema legalitas ganja yang ditawarkan Rafli. Berupa mekanisme pemanfaatan daun ganja untuk bahan baku kebutuhan medis dan turunannya berkualitas ekspor seluruh dunia diatur dalam regulasi dan dikawal negara.
Rafli juga memaparkan tawaran konsep yang menurutnya masih dapat disempurnakan kajian ilmiah para pakar yang membidanginya.
“Pertama, penetapan zonasi pilot project industri ganja Aceh untuk kebutuhan medis dan turunannya, dijadikan kawasan khusus di Aceh yang selama ini ganja dapat tumbuh subur,” jelas Rafli.
Nah, kalau SobatCuan setuju nggak sih sama legalitas ganja?
Sumber: Kompas, The Jakarta Post, Kompas, Kompas
Comments
Post a Comment